Hari ini Ujian Nasional untuk SLTA
akan digelar. Segala keriuhrendahan menyambut kedatangannya masih
sama dengan tahun kemarin. Tahun ini bahkan diwarnai dengan kegagalan
pelaksanaan ujian nasional yang serentak di 11 provinsi di Indonesia
Tengah. Katanya, percetakan yang mencetak ujian itu bermasalah pula.
Tapi sudahlah, itu kita anggap sebuah kecelakaan. Sekarang yang
terpenting ujian nasional jalan terus dengan segala kemungkinan
hasilnya.
Jalan terus artinya kurang lebih sama dengan kerepotan dan ketegangan
siswa serta orang tua. Jangan-jangan UN itu kembali hanya sebagai
formalitas belaka. Sementara faktanya, para siswa tidak mengerjakan soal
ujian melainkan mengerjakan bocoran ujian.
Bocoran ujian ibarat kentut, selalu saja ada yang tutup hidung
karena baunya. Tiapa siapa yang bisa menangkap tangan orang terkentut?
Apalagi berharap orang terkentut menjadi jujur, mengaku terus terang
bahwa dialah yang terkentut.
Begitulah, sejak diterapkannya sistem Ujian Nasional, isu ujian
bocor, kunci soal diperjualbelikan menjadi mengemuka. Tak lagi sekedar
isu, beberapa bukti kemudian mencuat. Dua tahun lalu kepala sekolah
bersama sejumlah guru di Bengkulu ditangkap polisi karena ketahuan
membocorkan ujian kepada murid-muridnya.
Anehnya, para eksekutif pendidikan seakan ogah untuk mengakui bahwa
ada peluang ujian nasional itu untuk dibocorkan. Selain soal etika /
moral yang merosot, juga sikap masyarakat yang terpenjara dengan sebuah
kata: nilai ujian. Seolah kalau Ujian Nasional gagal, kiamatlah negeri
ini. Karena itu semua berusaha memburu kunci bagaimana bisa UN dilewati
dengan baik. Perkara jalannya ke kiri atau ke kanan, itu soal lain.
Para kepala dinas pendidikan di provinsi dan kabupaten/kota sudah
berbuih mulutnya mengatakan bahwa para orang tua dan siswa yang akan
menghadapi UN untuk tidak usah mempercayai adanya kabar bahwa kunci soal
UN sudah beredar dan ditransaksikan secara gelap.
Untuk tahun ini, logika itu bisa saja benar. Sebab tahun ini soal
ujian dibuat 20 paket per kelas. Artinya tiap siswa memiliki soal yang
berbeda. Kalau tidak berbeda materinya, paling tidak berbeda urusan
soalnya. Ini akan membuat kemungkinan bocoran soal menjadi makin tipis.
Apalagi proses pembuatan soalnya sendiri dari penyusunan soal,
kompilasi sampai ke proses cetak senantiasa berada di bawah pengawalan
ketat aparat kepolisian. Ketika soal-soal itu sudah selesai dicetak,
para pencetakpun masih dikarantina. Sedangkan dokumen soal disegel lalu
diangkut ke markas polisi untuk didistribusikan ke sekolah-sekolah, juga
di bawah pengawalan ketat.
Sampai di sini, jikapun akan ada yang bocor, sudah bisa dipersempit
ruang untuk menuduh siapa yang ‘terkentut’. Hanya ada dua
kemungkinan, pertama pihak yang mencetak, yang kedua pihak yang
mengawal. Namun sejauh ini pada bagian ini belum pernah terungkap
adanya oknum yang tertangkap.
Ada kemungkinan lain yang juga patut mendapat perhatian. Ketika soal
mulai dibagikan, ada peluang beberapa menit untuk menyalin dengan scanner soal-soal itu, tentu saja oleh sekolah. Soal-soal hasil scanning itu lalu dikerjakan secara cepat oleh guru kemudian dibuatkan kuncinya.
Namanya juga tergesa-gesa, maka cukup 80 persen saja yang dikerjakan
atau dihitung berdasarkan rumusan syarat kelulusan. Jika soal itu
dijawab dengan benar sebanyak 65 persen, paling tidak siswa sudah
memiliki nilai 6,5 dan itu sudah bisa lulus. Kan yang penting lulus UN,
lalu sekolah tersebut tercatat sebagai sekolah dengan angka lulusan
terbesar. Kepala sekolah naik daun.
Tapi kemungkinan seperti ini sebenarnya juga amat tipis
kemungkinannya. Ada dua hal yang membuat tipisnya peluang kebocoran di
periode distribusi soal ini. Pertama jikapun soal itu berhasil disalin,
maka guru yang mengerjakan tidak berada di sekolah. Berdasarkan aturan
yang ada, semua guru bidang studi yang mata pelajarannya sedang
diujinasionalkan hari itu, mesti dirumahkan.
Jika pun masih diupayakan menghubungi guru-guru bidang studi ke
rumah masing-masing, maka itu akan memakan waktu yang lama. Sementara
waktu ujian terus berlalu. Paling-paling hanya mata pelajaran yang
bersifat hafalan saja yang bisa diatasi dengan cara berteleponan itu.
Soal-soal eksakta tentu akan memerlukan rumus, grafis dan sebagainya.
Saya yakin belum ada setengah persen guru di Sumatera Barat yang sudah
amat care dengan perangkat ICT sehingga bisa berkirim-kiriman data elektronis dalam bentuk grafis matematis.
Masih ada rambu-rambu yang membentang dalam periode ini. Di tiap
sekolah dikirim pengawas independen dan pengawas lintas-sekolah. Mereka
tidak saja mengawasi siswa yang ujian tetapi secara moral tentu saja
mengawasi semua proses ujian termasuk tindak-tanduk guru di sekolah
tempatnya mengawas itu.
Namun fakta-fakta bicara pada tahun-tahun sebelumnya kunci-kunci itu
beredar. Indikatornya; siswa yang oleh semua guru diragukan untuk bisa
lulus, malah lulus dengan nilai yang sangat memuaskan. Tak mungkin hanya
dengan main tebak, bisa menjawab semua soal yang diujikan.
Walhasil, sekarang sebenarnya tinggal kita berkontemplasi saja. Sebenarnya apa yang ingin kita capai dengan ujian nasional?
Jika perihal kualitas lulusan masih disangkutpautkan dengan proses
belajar mengajar, maka perlu kita pertanyakan lagi apakah sertifikasi
guru yang diikuti dengan naiknya pendapatan guru itu juga berkorelasi
dengan membaiknya sikap siswa dalam menempuh ujian? Jika selama setahun
terakhir di kelas terakhir para siswa sudah mendapat pendidikan dari
guru-guru yang mengaku bersertifikat (dan hebat) mestinya semangat
mengejar kunci dan bocoran soal harus sudah tersisihkan.
Sesungguhnya ujian nasional juga sekaligus menguji kembali seberapa
jauh sertifikasi sudah membikin siswa jadi bagus. Guru yang hebat tentu
menghasilkan murid yang hebat. Tapi kalau sertifikasi hanya diperoleh
dengan cara yang ‘tidak seharusnya’, maka wajar juga muridnya menjadi
murid yang ‘tidak seharusnya’
Semangat ambil jalan pintas yang subur sejak di bangku pendidikan,
adalah cikal bakal semangat yang sama pada generasi berikutnya. Di
sekolah saja sudah berbohong apalagi kalau sudah jadi pemimpin kelak.***
EKO YANCHE EDRIE
(Sekretaris PWI Sumbar)
#source From : http://harianhaluan.com
Anda Baru Saja Membaca Berita Tentang "Ujian (kejujuran) Nasional ". Anda bisa bookmark halaman ini dengan URL http://rudi-apriasi.blogspot.com/2013/04/ujian-kejujuran-nasional.html.
0 komentar "Ujian (kejujuran) Nasional ", Baca atau Masukkan Komentar
Post a Comment
Mohon Tinggalkan Respon Dan Komentar nya Mengenai Berita Yang Telah Dibaca :)