Tuesday, May 21, 2013

Aktor Reformasi Terpinggirkan

HARI INI, 15 TAHUN REFORMASI

Perjuangan reformasi belum tuntas dan masih perlu dilanjutkan. Kesejahteraan dan jaminan hukum bagi masyarakat merupakan isu awal reformasi yang masih belum tuntas hingga saat ini. Sayang, aktor reformasi banyak yang terpinggirkan.

PADANG, HALUAN — Hari ini, 21 Mei 2013 tepat 15 tahun reformasi. Agenda re­formasi yang diperjuangkan belum berjalan dengan baik, demokrasi yang terbangun cenderung tidak sehat. Meski demikian, perjuangan refor­masi harus tetap dilan­jutkan. 

Demikian kesimpulan wa­wan­cara Haluan dengan dua tokoh Eksponen 98 Marzul Veri dan Sondri BS Dt Kayo serta sejarawan Universitas Andalas Gusti Asnan secara terpisah di Padang, Senin (20/5) kemarin.
Aktivis reformasi Marzul Veri menilai, pemilihan lang­sung dengan mengambil suara terbanyak telah membuat aktor pejuang reformasi ter­pinggirkan.

“Mereka terpinggirkan bukan karena kurang cerdas, tetapi kurang uang. Akibatnya, hubungan aktor ini menjadi lebih jauh dengan si pembuat kebijakan, sehingga perjalanan reformasi jadi tersendat-sendat,” jelas Marzul.

Dikatakan, hal ini jauh berbeda ketika aktor yang bersangkutan mem­perjuang­kan lahirnya reformasi. Saat itu, mereka dekat dengan si pembuat kebijakan sehingga bisa mencampuri kebijakan yang akan dikeluarkan.
“Seusai reformasi, para aktivis pun kembali kuliah. Agenda reformasi pun dilan­jutkan oleh si pembuat kebi­jakan. Ada kalanya si pembuat kebijakan yang kontra terhadap reformasi, membuat reformasi tidak berjalan dengan baik,” tambah Marzul.

Namun demikian, katanya, agenda reformasi tetap harus dijalankan, terkait kesejahteraan dan jaminan hukum bagi ma­syarakat. Keduanya merupakan isu awal reformasi yang masih belum tuntas hingga saat ini. Disamping kesetaraan gender yang masih menjadi permasalahan yang harus segera diselesaikan.
Baginya, meskipun catatan buruk tentang beberapa kasus lebih banyak terbuka di era ini, bukan berarti reformasi itu mundur. Terbukanya berbagai permasalahan ini, dikarenakan sudah ada media yang siap menampung hal tersebut.

Pendapat hampir senada juga diungkapkan Sondri BS Dt Kayo. Ia mengatakan, sampai saat ini belum seluruhnya agenda reformasi berjalan. Kalaupun ada yang sudah berjalan, itu pun seakan tak berjalan dengan baik atau sesuai harapan. Seperti di bidang politik dan demokrasi.

“Politik misalnya, semua boleh berbicara dan diakomodir, tapi arahnya tak jelas mau kemana. Seakan-akan bebas dan mengelin­ding begitu saja politik nasional dan daerah. Tujuannya tak jelas dan tidak terarah dengan baik,” kata Sondri, kemarin saat bicara tentang reformasi yang sudah mencapai 15 tahun berjalan.
Begitu juga dengan demokrasi, yang terimplementasi dalam bentuk otonomi daerah, dan kebebasan bersuara. Hampir setiap daerah itu yang muncul justru elit-elit, yang tak berpihak pada kepentingan masya­rakat seutuhnya. Padahal otonomi daerah itu pada dasarnya melekatkan atau mendekatkan sumber daya ke masyarakat setempat.

“Sebelumnya kan selalu terpusat dan kemudian diarahkan pada otonomi daerah setelah reformasi. Yang terjadi kan tidak sesuai harapan, muncul raja kecil, modal tetap berkuasa, rakyat lokal tak berdaya. Saya pikir ini memang menjadi persoalan yang dapat dielakkan,” ucapnya.

Begitu juga dengan demokrasi, yang terbangun cenderung tak sehat. Kekuatan modal juga penentu suara masyarakat dan itu terjadi secara sistematis. “Lihat saja saat pemilu, pendidikan politik kurang berjalan dengan baik. Seolah uang menen­tukan kemana suara rakyat, kepe­mim­pinan tak lagi menjadi jualan pada masyarakat,” katanya.
Sejarawan Universitas Andalas Gusti Asnan melihat, 15 tahun merupakan waktu yang singkat untuk melihat lahirnya sebuah perubahan. Terlalu singkat jika bangsa ini menghendaki lahirnya sebuah perubahan besar, setelah era reformasi dilahirkan. Hal ini didasari dengan keadaan yang terjadi di Amerika Serikat, Jepang dan negara maju lainnya.

“Negara-negara ini membu­tuhkan waktu lebih dari 15 tahun untuk bisa dianggap sebagai negara maju. Jadi waktu 15 tahun itu masih singkat. Generasi sekarang saja yang menganggapnya sangat lama,” kata Gusti.
Gusti sendiri menilai, jika dikatakan tidak ada perubahan, itu merupakan suatu perkataan yang keliru. Karena masyarakat sendiri sudah merasakan perubahan itu, seperti perubahan dari zaman otoriter ke demokrasi, meskipun terjadi demokrasi yang kebablasan. Selain itu juga terjadi perubahan dari sistem sentralisasi menjadi sentralisasi.

“Dampak reformasi itu sendiri ada yang negatif dan positif. Hal itulah yang mesti disikapi dengan bijak,” jelasnya.
Terkait perkembangan reformasi yang berjalan saat ini, Gusti menilai konsistensi para pejuang reformasi yang melahirkan era ini perlu dipertanyakan. Karena dari bebera­pa pejuang, akibat perkembangan zaman dan pengaruh dari partai politik sudah melunturkan sema­ngat reformasi tersebut.

“Ini tidak berlaku bagi semua aktor. Tetapi ada ditemukan para aktor yang sudah menjauh dari apa yang diperjuangkan dahulunya. Semestinya, dia tetap mengawal reformasi ini sampai gerakan tersebut selesai,” jelasnya.
Perubahan ini, menurut Gusti dipengaruhi ketika aktor tersebut mulai memasuki sebuah sistem. Baik itu sistem birokrasi, maupun berada dibawah nauangan partai.

“Dengan  kekuasaan yang diberi­kan, orang-orang ini pun semakin jauh dari kata-kata reformasi. Tetapi saya yakin, akan lahir bibit-bibit atau tunas tokoh-tokoh reformasi yang baru. Mereka yang kecewa dengan keadaan reformasi saat ini, tentu akan lahir untuk mewujudkan reformasi yang se­benar­nya. Sekarang kita lihat banyak aktor yang menolak ditawa­ri untuk jadi anggota partai. Berarti masih ada orang komit dengan reformasi itu,” ungkapnya. (cw-eni)

resource : http://harianhaluan.com/index.php?option=com_content&view=article&id=23575:aktor-reformasi-terpinggirkan&catid=1:haluan-padang&Itemid=70

0 komentar "Aktor Reformasi Terpinggirkan", Baca atau Masukkan Komentar

Post a Comment

Mohon Tinggalkan Respon Dan Komentar nya Mengenai Berita Yang Telah Dibaca :)

Kualitas Halaman Ini

Followers